doc. Thang Long University Of Vietnam 2013 |
Beberapa tahun yang lalu menjadi
tahun yang menggembirakan dan tahun yang menyedihkan buatku.
Bahagia karena lulus dari sekolah menengah atas dan sedih bisa lanjut ke
perguruan tinggi atau tidak. Dua hal itu yang selalu menghantui fikiranku.
Kemanapun, kapanpun, dan dimanapun aku berpijak, dalam fikiranku selalu ada dua hal itu. Sejak kepergian ayah,
perekonomian di keluargaku menjadi pas – pasan. Ibu bekerja hanya cukup untuk
biaya kebutuhan sehari – hari di rumah, setelah lulus kuliah kakakku juga belum bekerja, sedangkan
jika aku ingin melanjutkan kuliah,
maka akan butuh biaya yang sangat banyak.
Disaat teman – teman mulai sibuk berencana
untuk memilih kampus dan jurusan impian mereka, aku hanya melihat dan hanya
ikut bermimpi. “andai aku bisa seberuntung mereka”. Setiap kali jam kosong di
kelas, semua pada bercerita akan daftar di kampus ini dan di kampus itu,
jurusan ini dan jurusan itu. Di sekolahku, semua jalur masuk perguruan tinggi
di pasarkan, siapa saja yang mau ikut daftar dipersilahkan menghubungi Guru BP dan akan diuruskan mulai pendaftaran hingga proses seleksi masuk
akan diantarkan pihak sekolah.
“Kriiiiiiiiiiiiiiiiingggg”,
bel istirahat telah berbunyi dan membubarkan lamunanku.
“Kari, kita ke
kantin yuk..!”, ajak seorang teman kepadaku.
“Iya, ayok..”, jawabku dengan
senyuman terbaikku.
Kami berjalan melewati beberapa
ruang kelas dan sambil ngobrol sana – sini. Temanku bercerita banyak hal
tentang dia dan keluarganya di rumah. Dia disuruh orang tuanya untuk masuk
jurusan kesehatan, tapi dia merasa otaknya pas – pasan. Sesampai di kantin,
kami memilih bangku paling pojok dan memesan es teh manis dan
gorengan. Tidak sampai lima menit, pesanan kami datang, dan kami segera
menyerbunya.
“Kamu mau lanjut
kuliah dimana Rin?”, tiba – tiba temanku bertanya.
“Ntahlah,
aku masih bingung bisa kuliah atau tidak”, jawabku sambil mengaduk es teh manis
pesananku.
“ Kamu pasti
bisa Rin, InsyAllah ada jalan buatmu”, temanku mencoba menguatkan.
“ Amiin ”, jawabku singkat.
Tanpa sadar, kita sudah
membicarakan banyak hal di kantin. Hingga bel tanda masuk jam selanjutkan akan
dimulai. Kami segera bergegas menghabiskan sisa es yang ada di gelas, dan
segera berlari menuju kelas. Sesampai di kelas, ternyata Gurunya tidak masuk
dan diisi oleh Guru BP. Guru BP menyampaikan perihal jalur – jalur yang ada untuk masuk perguruan
tinggi, juga tentang beasiswa. Dan yang akan dibuka di awal adalah jalur SNMPTN. Senang bisa mendengar cerita dari pengalaman Guru BP selama beliau kuliah, tapi di sisi lain aku sedih setiap
mendengar cerita tentang dunia perkuliahan. Suara adzan dhuhur yang terdengar,
bertanda jam pelajaran hari itu juga berakhir, saatnya untuk pulang ke rumah
masing – masing.
“ Assalamu’alaikum,
Bu..aku pulang ”, ucapku sambil menunduk lelah.
“ wa’alaikumussalam, kamu kenapa?, kok ditekuk gitu mukanya?”, tanya ibu
penasaran.
Tanpa menjawab
pertanyaan ibu, aku langsung masuk kamar. Sejenak aku duduk di atas tempat
tidur dan berfikir menyusun kata yang akan aku sampaikan kepada ibu tentang
kuliah. Tas dan buku aku rapikan di tempatnya, aku gantikan baju seragamku
dengan baju bermain dan segera menemui ibu yang sedang asik nonton acara TV
siang itu.
“ Bu, tadi di sekolah Guru BP ku menginformasikan tentang jalur masuk
perguruan tinggi, aku pengen ikutan Bu, Ibu ada uang nggak untuk aku kuliah?”,
tanyaku sambil nunduk.
“ Sayang, ikuti saja kemana kamu mau. Ibu akan mengusahakan agar kamu tetap
bisa lanjut kuliah”, Ibu berkata sambil mengelus kepalaku.
“ Terimakasih Bu, besok aku akan daftar”, ucapku pada ibu sambil menahan
air mata yang akan jatuh karena aku tau sisa tabungan peninggalan ayah dulu
semakin menipis.
“ Sama – sama sayang “, Jawab ibu sambil tersenyum hangat namun menahan
kesedihan, aku tau itu.
Pagi itu aku bersemangat
sekali untuk pergi ke sekolah ditemani kakaku satu – satunya, karena akan
mendaftar sebagai peserta ujian masuk perguruan tinggi aku mengajak kakakku
untuk membantuku menyiapkan berkas. Seleksi lewat jalur SNMPTN aku tidak terdaftar
karena jurusanku ketika kelas sepuluh sampai kelas dua belas tidak linier,
sehingga aku ikut jalur yang lain yaitu SBM-PTN, SPAN, dan mandiri. Semua
berkas sudah aku siapkan bersama kakakku, tinggal menyerahkan ke ruang BP. Guru
BP menyaranku untuk ikut seleksi beasiswa untuk keluarga tidak mampu, sehingga
persyaratan yang aku bawa juga untuk persyaratan beasiswa bagi keluarga tidak
mampu.
Beberapa minggu berlalu
dari pendaftaran masuk perguruan tinggi dari semua jalur yang aku ikuti kecuali
jalur mandiri. Satu demi satu nama teman – temanku bermunculan di papan
pengumuman, juga di grup whatsapp ku yang dikirim oleh Guru BP. Mereka ada yang
terharu karena bahagia, ada yang kecewa karena tidak sesuai dengan jurusan yang
dia pilih, ada yang sedih karena namanya belum juga ada di sana, termasuk aku.
Aku bingung harus daftar kemana lagi, kampus – kampus yang aku tuju semua
menolakku. Sedangkan waktu pendaftaran masuk perguruan tinggi akan segera
ditutup. Mungkin Tuhan belum berpihak kepadaku, aku pasrah.
“Hallo adek kecil, kok kelihatan sedih gitu?, kenapa dek?”, tanya kakakku
yang tiba – tiba muncul di depanku.
“Nggak papa Kak ”, Jawabku singkat.
“ Gimana?, sudah
diterima dimana?” , Tanyanya dia lagi
“ Belum kak, mungkin
nggak jadi kuliah”, jawabku lagi.
“Oh,,iya, Kakak tau,
pasti kamu sedih mikirin ini kan?”, ucap kakakku
“ Iya kak”. Jawabku
lagi.
“Dek, pasti akan ada kesempatan untuk kamu melanjutkan kuliah. Kakak
yakin, mungkin nama kamu tidak berada di
papan pengumuman sekolah, tapi akan ada langsung di website sebuah kampus
nantinya, kita nanti akan sama – sama bahagiain ibu dan buat bangga ayah yang
di sana” Kakak mencoba menguatkanku, dia memang jago bangkitkan semangat
adeknya kalau lagi down.
Kakakku ini memang sangat baik, sayang dan
perhatian sama adeknya yang satu ini. Aku sangat beruntung mempunyai kakak seperti
dia. Selain jadi kakak, juga jadi teman buatku. Segala keluh kesahku, masalahku
semua aku ceritakan kepadanya. Setiap bait ceritaku dia dengan sabar
mendengarkan, dan aku sangat suka ketika kakakku memulai untuk memberi
motivasi, semangat, dan kekuatan agar aku bisa bangkit dari itu semua. Semua
yang kakakku katakan, megandung banyak kebaikan juga kekuatan untuk diriku. Dia
memang paling jago untuk menasehatiku, meskipun aku tau, di dalam hatinya ada
beban berat yang kakak rasakan untuk mengurusi aku dan Ibu, namun dia tetap
selalu menampilkan senyum indahnya di setiap suasana.
Melihat ibu yang semakin
menua, makin kurus dan berkerut kulitnya. Semakin tidak tega jika aku selalu membebaninya, doakan anakmu
ini bu, aku janji akan bahgiakanmu nanti.
“ Dek, kamu mau nggak kakak
daftarkan di sini?”, Tanya Kakak.
“ Mau saja kak, tapi apa
tidak mahal?, Ibu tidak punya uang untuk biaya kak”, Jawabku.
“Kakak akan coba daftarkan beasiswa, kemarin kakak lihat di website, di
situ menawarkan banyak jalur beasiswa, ada beasiswa untuk keluarga tidak mampu,
besiswanya full, jadi bebas uang kuliah sampai lulus, dan siapa tau kamu
beruntung dek”, Kakak meyakinkanku.
“ya meskipun swasta sih, tapi gak papa yang penting kamu bisa kuliah dan
gratis”. Kakak meyakinkan lagi dengan sedikit becanda.
“ Baiklah Kak, aku mau”,
jawabku dengan sedikit senyum.
“ Ok..!, besok kita
langsung ke sana ya untuk daftar”, Sahut Kakak.
Menembus kabut yang masih
menyelimuti jalanan di pagi itu dan mengendarai motor hitam peninggalan ayah satu – satunya. Aku diajak untuk pergi
ke kampus yang di rekomendasikan kakak untuk mendaftar. Kakak mengurus semua
pendaftaran, biaya formulir juga Kakak yang bayarin, ntah darimana dia dapatkan
uang. Aku di sana hanya tinggal tes di depan komputer yang di sediakan panitia.
Aku daftar beasiswa untuk keluarga tidak mampu. Selain tes komputer, juga ada
tes wawancara dari pihak kampus.
Setelah tes komputer
selesai, kemudian tes wawancara dengan dosen pengelolah beasiswa. Aku ditanyai
banyak hal tentang aku dan keluargaku, tentang alasan kenapa milih jalur beasiswa,
dan pertanyaan – pertanyaan yang lainnya hingga berlangsung agak lama.
Sedangkan kakakku dengan sabar menungguku di luar ruangan.
Dua jam berlalu di dalam
ruangan.
“ Gimana tesnya dek?”,
Tanya kakak.
“Alhamdulillah, lebih
mudah dari yang aku bayangkan Kak”, Jawabku penuh yakin.
“Alhamdulillah, semoga lolos ya dek. Ayo kita makan dulu, pasti kamu lapar kan?”. Ajak Kakak.
Dengan penuh sabar aku
menunggu waktu pengumuman, website
kampus selalu aku amati bersama kakak di ruang tengah, dan akhirnya setelah
beberapa menit menunggu pengumuman itu keluar dan akhirnya namaku ada di
barisan para penerima beasiswa. Aku bahagia hingga air mata tak dapat
tertahankan, aku memeluk kakak yang ada di depanku dan segera berlari menuju
ibu yang sedang mengepulkan asap untuk menyiapkan amunisi perut kami yang
sedari pagi menari - nari. Aku dan kakakku, juga ibuku larut dalam tangis
bahagiaku.
“Selamat ya dek, kakak
bangga sama kamu”, Ucap kakak sambil memelukku.
“Selamat ya sayang, Ibu juga ikut bahagia dengarnya”, Ucap ibu sambil
mencium kedua pipiku yang basah.
Terimakasih kak,
meskipun aku punya banyak teman, kamulah teman teristimewaku, teman murni
buatku, kamu yang selalu ada buat aku, kamu yang selalu mendengarkan setiap
celotehku, kamu yang selalu menemaniku kemanapun aku pergi, kamu yang selalu
menjagaku, dan kamu menjadi orang pertama yang selalu membelaku jika aku
dimarahi ibu meskipun aku sebenarnya yang salah, tapi kakak yang mengaku salah,
kamu juga yang melindungiku, kamu selalu menjadi penyanggaku jika aku mulai
rapuh, kamu yang sangat peduli jika aku sakit, kamu selalu ada jika aku butuh,
dan kamu adalah segalanya bagiku. Meskipun aku tau, kamu menyimpan banyak beban
untuk aku dan ibu, tapi kamu tetap berusaha tersenyum di depanku dan selalu
berusaha membuatku bahagia. Aku sayang kamu kak..Love You More Than 10.000k
J.
Sangat menginspiratif ceritanya "untuk menjadi orang baik tidak harus pilih-pilih, tapi lakukan saja dengan semua selagi masih bisa"
ReplyDelete